BIOGRAFI KH. AHMAD DAHLAN

 KH. AHMAD DAHLAN SEBAGAI PEJUANG ISLAM

BIOGRAFI KH. AHMAD DAHLAN


K.H Ahmad Dahlan dilahirkan di kampung Kauman, Yogyakarta pada 1 Agustus 1868. Ketika masih kanak-kanak, K.H Ahmad Dahlan bernama Muhammad Darwisy. Sesudah pulang dari menunaikan ibadah haji namanya dirubah menjadi Ahmad Dahlan.

Muhammad Darwisy berasal dari keluarga ulama yang taat menjalankan perintah agama Islam. Muhammad Darwisy adalah anak yang mandiri dan tidak manja. Ia juga anak yang shalih karena selalu menurut dan patuh kepada orang tuanya. Ia tidak pernah berselisih dengan saudara-saudaranya. Muhammad Darwisy juga sopan dan hormat kepada kakek , nenek , paman , bibi dan anggota keluarga lainnya. Ketika masih kanak-kanak, Muhammad Darwisy riang gembira.


Selesai belajar, ia biasa bermain dengan teman-temannya.
 Karena ia anak yang baik, ia tidak suka berkelahi dan menggangu. Bahkan kalau teman-temannya berselisih, Muhammad Darwisy melerainya. Teman-temannya suka berteman dengan Muhammad Darwisy.
Ia mempunyai kelebihan, yaitu biasa membuat barang permainan sendiri.
Ia anak yang trampil dan mandiri. Hasil karyanya biasa dipakai bermain dengan saudara dan teman-temannya. Bahkan, ia juga sering memberikan barang-barang mainannya kepada saudara dan temannya.

SILSILAH KELUARGA

Muhammad Darwisy dilahirkan dari kedua orang tua yang dikenal sangat alim, yaitu KH. Abu Bakar (Imam Khatib Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta) dan Nyai Abu Bakar (puteri H. Ibrahim, Hoofd Penghulu Yogyakarta). Muhammad Darwisy merupakan anak keempat dari tujuh saudara yang lima di antaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Tak ada yang menampik silsilah Muhammad Darwisy sebagai keturunan keduabelas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan terkemuka di antara Wali Songo, serta dikenal pula sebagai pelopor pertama penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991).

Demikian matarantai silsilah itu: Muhammad Darwisy adalah putra K.H. Abu Bakar bin K.H. Muhammad Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kiyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Jatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana ‘Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).

MASA BELAJAR, DARI KAMPUNG SAMPAI MAKKAH

Sebagai putra Kauman, Muhammad Darwisy mendapat pelajaran agama dengan baik. Ia suka belajar, terutama pengetahuan agama. Darwisy mulai mengaji pada usia 7 tahun. Pendidikan Muhammad Darwisy di pondok pesantren. Waktu itu, tidak ada anak Kauman yang belajar di sekolah Belanda. Karena siapa yang belajar di sekolah Belanda pasti akan dikucilkan oleh orang-orang dikampungnya. Pada mulanya, Muhammad  Darwisy belajar mengaji pada ayahnya sendiri. Sesudah remaja, ia menambah ilmu kepada berberapa Kyai terkenal. Muhammad Darwisy belajar al-Qur'an, bahasa Arab dan ilmu agama lainnya.

Muhammad Darwisy dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil, dan sekaligus menjadi tempatnya menimba pengetahuan agama dan bahasa Arab. Ia menunaikan ibadah haji ketika berusia 22 tahun (1890), lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa Arab di Makkah selama lima tahun. Di sinilah ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibnu Taimiyah. Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang besar pada Darwis. Jiwa dan pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaharuan ini yang kelak kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sama, yaitu melalui Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot). Ortodoksi ini dipandang menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta keterbelakangan ummat Islam.

Sepulang dari menunaikan ibadah Haji, ia kembali ke kampungnya, dan berganti nama menjadi Ahmad Dahlan (suatu kebiasaan dari orang-orang Indonesia yang pulang haji, selalu mendapat nama baru sebagai pengganti nama kecilnya). Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, saudara sepupunya sendiri bernama Siti Walidah yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, K.H. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Di samping itu, K.H. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. K.H. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Ajengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin, Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).

MENDIRIKAN MUHAMMADIYAH

Tahun 1903 KH. Ahmad Dahlan menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan belajar di Makkah yang kedua kalinya. Di sana beliau bertemu dan belajar kepada para Ulama Nusantara di antaranya Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Saudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan.

Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”MUHAMMADIYAH”. Kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut Nabi Muhammad”. Penggunaan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad. Penisbahan nama tersebut mengandung pengertian sebagai berikut: ”Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam. Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.”

Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta.

Ahmad Dahlan adalah seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya. Ada sebuah nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri:

“Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi Hadikusumo).

PESAN-PESAN KH. AHMAD DAHLAN

Di antara Pesan-pesan KH. Ahmad Dahlan adalah berikut:

1.      "Mengingat keadaan tubuhku kiranya aku tidak lama lagi akan meninggalkan anak-anakku semua sedangkan aku tidak memiliki harta benda yang bisa kutinggalkan kepadamu. Aku hanya memiliki Muhammadiyah yang akan kuwariskan kepadamu sekalian."

 

2.      "Aku titipkan Muhammadiyah ini kepadamu sekalian dengan penuh harapan agar engkau sekalian mau memelihara dan menjaga Muhammadiyah itu dengan sepenuh hati agar Muhammadiyah bisa terus berkembang selamanya."

 

3.      "Muhammadiyah pada masa sekarang ini berbeda dengan Muhammadiyah pada masa mendatang. Karena itu hendaklah warga muda-mudi Muhammadiyah hendaklah terus menjalani dan menempuh pendidikan serta menuntut ilmu pengetahuan (dan teknologi) di mana dan ke mana saja. Menjadilah dokter sesudah itu kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadilah master, insinyur, dan (propesional) lalu kembalilah kepada Muhammadiyah sesudah itu."

 

4.      Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup dalam Muhammadiyah

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama